Ray-G

Ray-G

ABOUT ME

Foto saya
Pemuda yang tak kenal lelah untuk terus mencari jati diri, lulusan Fakultas Hukum Unpas (2009), dengan spesialisasi Penegakan Hukum Pidana dan Hukum Ketenaga kerjaan, terus menggeluti dunia Human Resource Department (HRD), dengan visi "pentingnya kaum buruh dalam pengembangan dunia usaha" Ada Yang Bilang....Kalo Otak saya ini terlalu di mainset HRD...Haha....Kangen Banget Ma orang Itu...^^

Minggu, 25 Juli 2010

MOVING ON

Moving on,

When your dreams are shattered,
then nothing else matters
When your heart's been broken
Harsh words left spoken
Leaving your heart bleed on
the floor
Your world is falling apart
like never before
You know it's not going to be
the same
This isn't just a game,
You've got to move on
you've got to take that step
to tread upon.

Where time heals all,
it's so hard not to fall
Then time can be cruel or
it can be kind
Where you move and hope
to find,
a better peace of mind
Moving on is the only price
to pay
For when we move on then we
are on our way.

When we move on then we know
we've come far
For then we can be that bright
and shining star
Moving on, is something that
needs to be done
Then we know we aren't the only
one's
That havent' been to that place
Moving on is something that we
all eventually face.
There is a great deal of depression that has overtaken my soul,
It floods deep within, into every inch that makes me whole.
I wonder and worry of thought throughout the day,
What is to come, to my dismay.
As a flood of tears pour out of me in all my expressions,
more and more comes, more and more depression.

I assure myself everything is ok!
But who am I fooling?
Then I burst into a spirit of rage.
I have questions, and there are answers.
But I'm afraid and much too weak,
When I try to explain,
I hear I'm hearing wrong and need to be meek.
But this is how I feel, there's no wrong or right,
But as I battle with myself, I always lose the fight.

I feel intimidated sometimes by others,
But as I said "This is how I feel"
The pain in me is very real.
I lose control, my thought go wild,
and here I am only a child.
If only you knew what I thought,
If only you knew what I fought.
I need my thoughts held captive.

Oh God, assure me I'm thinking normal
and you'll help me think positive.
I'm hurting, I need you!
Please don't give up on me!
One day I will always make you smile!

Love,
Your "Son"....Your "Man".....Your "Brother"

AND TOMORROW....

Today is filled with anger
fueled with hidden hate
scared of being outcast
afraid of common fate
Today is built on tragedies
which no one wants 2 face
nightmares 2 humanities
and morally disgraced
Tonight is filled with rage
violence in the air
children bred with ruthlessness
because no one at home cares
Tonight I lay my head down
but the pressure never stops
knawing at my sanity
content when I am dropped
But 2morrow I c change
a chance 2 build a new
Built on spirit intent of Heart
and ideals
based on truth
and tomorrow I wake with second wind
and strong because of pride
2 know I fought with all my heart 2 keep my
dream alive

ABOUT MY CRY....

Sometimes when I'm alone
I Cry,
Cause I am on my own.
The tears I cry are bitter and warm.
They flow with life but take no form
I Cry because my heart is torn.
I find it difficult to carry on.
If I had an ear to confiding,
I would cry among my treasured friend,
but who do you know that stops that long,
to help another carry on.
The world moves fast and it would rather pass by.
Then to stop and see what makes one cry,
so painful and sad.
And sometimes...
I Cry
and no one cares about why.

FALLEN STAR (PoemS)

They could never understand
what u set out 2 do
instead they chose 2
ridicule u
when u got weak
they loved the sight
of your dimming
and flickering starlight
How could they understand what was so intricate
2 be loved by so many, so intimate
they wanted 2 c your lifeless corpse
this way u could not alter the course
of ignorance that they have set
2 make my people forget
what they have done for much 2 long
2 just forget and carry on
I had loved u forever because of who u r
and now I mourn our fallen star

Jumat, 09 Juli 2010

YOUR GUARDIAN ANGEL

When I see your smile
Tears run down my face I can't replace
And now that I'm stronger I've figured out
How this world turns cold and breaks through my soul
And I know I'll find deep inside me I can be the one

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven

It's ok. It's ok. It's ok.
Seasons are changing
And waves are crashing
And stars are falling all for us
Days grow longer and nights grow shorter
I can show you I'll be the one

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven

Cuz you're my, you're my, my true love, my whole heart
Please don't throw that away
Cuz I'm here for you
Please don't walk away,
Please tell me you'll stay, stay

Use me as you will
Pull my strings just for a thrill
]And I know I'll be ok
Though my skies are turning gray

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven

I will never let you fall
I'll stand up with you forever
I'll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven

Senin, 28 Juni 2010

TENTANG PERPISAHAN

Ku telah memahami selama ini
Tiap pertemuan ada perpisahan
Namun apa jadinya kuasa diri
Yang dikorbankan adalah pertalian idaman

Orang-orang yang kucintai
Seperti aku mencintai diriku sendiri
Saudara-saudara dalam satu cinta
Bersama-sama mengharap ridhaNya

Walau sadar di situ akan ada jumpa
Di masa penantian maupun pengakhiran
Tersemat beratnya duka lara
Tersembunyi rasa kehilangan

Tak ada daya saling melukai perasaan
Maka tak tega kesedihan diperlihatkan
Akhirnya hanya tutur penghibur terlontar
Agar membuat kami lebih tegar

''Wahai saudaraku...
Sungguh perpisahan itu bukanlah pemutusan
Sungguh ia adalah memanjangkan
Kait lebih luas tali cinta ilahi dalam persaudaraan...''

''Wahai saudaraku...
Maka berjuanglah kamu di sana
Sedangkan aku masih berjuang di sini sementara
Moga kelak dipertemukan lagi dalam perjuangan yang sama...''

Kami pun berpelukan
Sambil melepas kata-kata asa dan doa
Lalu ia berpaling meninggalkan
Hingga lenyap nyata sosoknya

(YANG LEGI DIDERA

Selasa, 15 Juni 2010

Tentang Prosedur Perpanjangan (Karyawan) Kontrak

PERTANYAAN.............!!

Perusahaan kami memiliki karyawan yang dikontrak selama 6 bulan untuk kemudian diperpanjang 6 bulan lagi, setelah itu kontrak selesai. Ada beberapa karyawan yang dinilai bekerja dengan baik kami buat pembaruan kontrak dengan break time selama 1 bulan, kemudian kami buat kontrak baru 6 bulan lagi ke depan. Apakah itu sudah tepat menurut peraturan?

JAWABAN.........!!

Untuk masalah kontrak kerja, ketentuan merujuk pada Pasal 59 UU No.13/2003 sebagai berikut:
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
e. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
f. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

3. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan.

4. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

5. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

6.Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Sejauh ini prosedur sudah sesuai. Untuk pembaharuan hanya dapat dilakukan 1 kali saja jadi tidak dapat diperpanjang lagi, lihat ayat 4 di atas

Selasa, 08 Juni 2010

ASAS-ASAS DALAM BERKONTRAK: SUATU TINJAUAN HISTORIS YURIDIS PADA HUKUM PERJANJIAN

PENDAHULUAN



A. Sejarah

Sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Belanda yang telah menancapkan pilar-pilar ketentuan yang mengikat antara masyarakat dengan penguasa maupun masyarakat dengan masyarakat sendiri. Sistem hukum yang dimaksud adalah sistem hukum Eropa atau disebut juga sistem hukum Romawi Jerman. Adapun sumber dari sistem hukum Eropa atau Romawi Jerman ini adalah hukum Romawi kuno yang dikembangkan di benua Eropa (Eropa Kontinental) oleh negara-negara seperti Prancis, Spanyol, Portugis dan lain-lain. Berkembangnya sistem hukum Romawi Jerman adalah berkat usaha dari Napoleon Bonaparte yang berusaha menyusun Code Civil atau Code Napoleon dengan sumber berasal dari hukum Romawi. Sistem hukum ini pertama kali berkembang dalam hukum perdatanya atau private law atau civil law[1] yaitu hukum yang mengatur hubungan sesama anggota masyarakat. Oleh karena itu, sistem hukum Romawi Jerman ini lebih terkenal dengan nama sistem hukum civil law.

Selain sistem civil law, juga dikenal dengan adanya sistem common law. Rene Devid dan John E.C. Brierley menyebutkan terdapat tiga sistem hukum yang dominan yakni sistem hukum: civil law, common law, dan socialist law. Namun, dalam perkembangannya sistem socialist law ini ternyata banyak dipengaruhi oleh sistem civil law dimana negara-negara sosialis banyak menganut sistem civil law.[2] Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa sistem hukum yang dominan hanya dua yaitu sistem hukum civil law dan common law.

Sistem common law bersumber dari hukum Inggris yang berkembang dari ketentuan atau hukum yang ditetapkan oleh Hakim (Judge) dalam keputusan-keputusan yang telah diambilnya (judge made law). Umumnya di negara dengan sistem hukum common law terdapat ketidakpastian hukum dan untuk menghindari hal tersebut maka sejak abad ke-19 dipegang asas hukum yang bernama the rule of precedent yaitu keputusan-keputusan hakim yang sudah ada harus dijadikan pegangan atau keputusan hakim itu harus mengikuti keputusan hakim sebelumnya. The rule of precedent sering disebut juga sebagai doktrin stare decisis yang berarti sebagai to stand by (previous) decisions (berpegang/berpatokan pada putusan-putusan sebelumnya).[3]

Sistem hukum common law ini dianut oleh negara-negara yang berbahasa Inggris beserta dengan persemakmurannya, seperti negara Inggris, Amerika Serikat, Kanada dan Australia. Kecuali negara bagian Lousiana di Amerika Serikat dan provinsi Quebec di Kanada yang menganut sistem hukum civil law.

Sekilas mengenai perbedaan antara civil law (Eropa Continental) dengan common law (Anglosaxon) dapat dilihat dari segi perkembangan keduanya. Perkembangan sistem civil law diilhami oleh para ahli hukum yang terdapat pada universitas-universitas, yang menentukan atau membuat peraturan hukum secara sistematis dan utuh. Sedangkan perkembangan sistem common law terletak pada putusan-putusan hakim, yang bukan hanya menerapkan hukum tetapi juga menetapkan hukum.[4]

Hukum di negara dengan sistem civil law pada umumnya ditujukan untuk menetapkan suatu kaidah atau norma yang berada di suatu lingkungan masyarakat untuk diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, hukum merupakan bagian integral dari kehidupan bersama yang mengatur dan menguasai sesama manusia. Jadi dapat dikatakan hukum terdapat dalam masyarakat manusia sehingga dalam setiap masyarakat selalu ada sistem hukum.[5] Hal ini sesuai adagium: ubi societas ibi jus yang artinya (dimana) ada masyarakat (disitu) ada hukum. Berbeda dengan sistem hukum common law yang tidak mengenal pembagian secara prinsipil atas hukum publik dan hukum perdata, maka pada sistem hukum civil law pembagian hukum publik dan hukum perdata (privat) merupakan hal yang sangat esensial. Hukum Publik lazimnya dirumuskan sebagai hukum yang mengatur kepentingan umum dan mengatur hubungan penguasa dengan warga negaranya. Pelaksanaan peraturan hukum publik dilakukan oleh penguasa. Sedangkan Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak.[6] Perkataan “Hukum Perdata” dalam arti yang luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Keberadaan hukum perdata yang mengatur hubungan sesama manusia atau masyarakat merupakan warisan peninggalan politik Pemerintah Hindia Belanda. Pedoman politik bagi Pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia dituliskan dalam pasal 131 Indische staatsregeling, yang dalam pokoknya sebagai berikut:[7]

1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula dengan Hukum Pidana besertas hukum Acara perdata dan Pidana) harus diletakkan dalam kitab-kitab atau undang-undang, yaitu yaitu dikodifisir.
2. Untuk golongan bangsa Eropa dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas konkordansi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing (Tiong Hoa, Arab, India dan sebagainya), jika ternyata “kebutuhan kemasyarakatan” mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka, dan boleh diadakan penyimpanagn jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat mereka (ayat 2).
4. Orang Indonesia asli dan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suartu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan “menundukkan diri: pada hukum yang berlaku untuk bangsa eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja (ayat 4).
5. Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu “Hukum Adat: (ayat 6).



Dengan adanya ketentuan tersebut diatas, maka pengaturan untuk tunduk terhadap hukum perdata dapat diklasifikasikan sehingga jelas aturan hukum yang mengatur hubungan antar sesama masyarakat. Namun, seiring dengan perkembangan waktu dan sosial bagsa Indonseia saat itu, dapat pula kemungkinan terjadinya penundukan diri pada Hukum Eropa yang telah diatur dalam Staatsblaad 1917 No. 12. Peraturan ini mengenal empat macam penundukan, antara lain:[8]

1. Penundukan pada seluruh Hukum Perdata Eropa;
2. Penundukan pada sebagian hukum Perdata Eropa, yakni hanya pada hukum kekayaan harta benda saja (vermogensrecht), seperti yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tiong Hoa;
3. Penundukan secara “diam-diam”, yang mengandung maksud jika seorang bangsa Indonesia asli melakukan suatu perbuatan hukum yang tidak dikenal didalam hukumnya sendiri, ia dianggap secara diam-diam menundukkan dirinya pada hukum Eropa.

Pemerintah Hindia Belanda melakukan kodifikasi atas hukum perdata dengan memuat sekumpulan peraturan perundang-undangan dalam suatu kitab yang bernama “Burgerlijk Wetboek” yang sekarang dikenal dengan istilah Kitab Undang-undang Hukum Perdata, selanjutnya disebut KUHPer. Kitab hasil peninggalan warisan pemerintah Hindia Belanda ini hingga kini masih berlaku sebagai pedoman hukum materil. Adapun sistematika yang dipakai oleh KUHPer yang terdiri atas empat buku ini adalah sebagai berikut:

· Buku I yang berkepala “Perihal Orang”, memuat hukum tentang diri seseorang dan Hukum Keluarga.

· Buku II yang berkepala “Perihal Benda”, memuat hukum perbendaan serta Hukum Waris.

· Buku III yang berkepala “Perihal Perikatan”, memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.

· Buku IV yang berkepala “perihal pembuktian dan Lewat Waktu (Daluarsa), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat lewat terhadap hubungan-hubungan hukum.Sedangkan Hukum Perdata menurut ilmu hukum sekarang ini, lazimnya dibagi dalam empat bagian, yaitu:[9]

1. Hukum tentang Diri Seseorang; memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum Kekeluargaan; mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan.
3. Hukum Kekayaan; mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
4. Hukum Warisan; mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seseorang jikalau ia meninggal.


B. Latar Belakang Hukum Perjanjian

Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)[10] bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPer, antara lain sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;



4. Suatu sebab yang halal.



Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht.[11] Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.[12] Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut:[13]

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.



2. Subyek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.



3. Adanya Prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:

1. memberikan sesuatu;
2. berbuat sesuatu;
3. tidak berbuat sesuatu.

4. Kata sepakat



Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.



5. Akibat hukum

Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.


C. Permasalahan

Dalam aspek kegiatan hukum sehari-hari dibidang perekonomian banyak ditemukan perbuatan-perbuatan hukum yang berkenaan dengan perjanjian atau kontrak antara dua pihak atau lebih. Umumnya mereka melakukan perjanjian-perjanjian dengan sistem terbuka, yang artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang diatur maupun yang belum diatur di dalam suatu undang-undang, Hal ini sesuai dengan kriteria terbentuknya kontrak dimana berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Biasanya dalam suatu kontrak terdiri dari 6 (enam) bagian, yakni judul perjanjian, pembukaan, pihak-pihak dalam perjanjian, recital, isi perjanjian, dan penutup. Dari enam bagian tersebut terdapat beberapa klausula umum seperti wanprestasi, pilihan hukum dan pilihan forum, domisili, force majeur, yang banyaknya tergantung dari kesepakatan para pihak. Keberadaan suatu kontrak tidak terlepas dari asas-asas yang mengikatnya. Asas-asas dalam berkontrak mutlak harus dipenuhi apabila para pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Namun demikian, seringkali ditemui ada beberapa kontrak yang dibuat tanpa berdasarkan asas-asas yang berlaku dalam suatu kontrak. Hal seperti ini terjadi karena disebabkan kekurangpahaman para pihak terhadap kondisi dan posisi mereka. Oleh karena itu timbulah pertanyaan meliputi asas-asas apa sajakah yang berlaku dalam melakukan suatu kontrak/perjanjian?



D. Tujuan

Pada kesempatan ini, kami mencoba memberikan pemaparan mengenai pentingnya perlindungan bagi para pihak dalam melakukan suatu kontrak/perjanjian ditinjau dari asas-asas berkontrak (contract principles). Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk menyampaikan gambaran secara historis yuridis kepada khalayak umum mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat kontrak yang berkaitan dengan perbuatan hukum. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk memahami karakteristik suatu kontrak yang bersifat terbuka yang didasarkan pada prinsip-prinsip dan teori-teori Ilmu Hukum.

PEMBAHASAN

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa hukum kontrak/perjanjian diatur dalam Buku III KUHPer, yang terdiri atas 18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUHPer. Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan perjanjian nominaat. Di luar KUHPer dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, kontrak rahim, dan lain sebaginya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri.
A. Sistem Pengaturan Hukum Kontrak Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka (open system), yang mengandung maksud bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang. Dalam pasal 1338 ayat (1) secara tegas menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika dianalisa lebih lanjut maka ketentuan pasal tersebut memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3. menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
4. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Ditinjau dalam sejarah perkembangannya, hukum kontrak pada awalnya menganut sistem tertutup. Artinya para pihak terikat pada pengertian yang tercantum dalam undang-undang. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari ajaran legisme yang memandang bahwa tidak ada hukum di luar undang-undang. Hal serupa dapat ditemui dan dibaca dalam berbagai putusan Hoge Raad dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1919.[14]Untuk diketahui bahwa putusan Hoge Raad (HR) 1919 tanggal 31 Januari 1919 merupakan putusan yang terpenting. Putusan ini tentang penafsiran perbuatan melawan hukum, yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPer. Dalam putusan tersebut, definisi perbuatan melawan hukum, tidak hanya melawan undang-undang saja, tetapi juga melanggar hak-hak subyektif orang lain, kesusilaan dan ketertiban umum.Menurut HR 1919 yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah berbuat atau tidak berbuat yang:

1. Melanggar hak orang lain; yang diartikan melanggar sebagian hak-hak pribadi seperti integritas tubuh, kebebasan, kehormatan, dan lain-lain. Termasuk dalam hal ini hak-hak absolut sperti hak kebendaan, HKI, dan sebagainya.
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku; yakni hanya kewajiban yang dirumuskan dalam aturan undang-undang.
3. bertentangan dengan kesusilaan; artinya perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu bertentangan dengan sopan santun yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
4. Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat;

Aturan tentang kecermatan terdiri atas dua kelompok, yakni:

· aturan-aturan yang mencegah orang lain terjerumus dalam bahaya, dan

· aturan-aturan yang melarang merugikan orang lain ketika hendak menyelenggarakan kepentingannya sendiri.

Putusan HR 1919 tidak lagi terikat kepada ajaran legisme, namun telah secara bebas merumuskan pengertian perbuatan melawan hukum, sebagaimana yang dikemukakan diatas. Dengan demikian, sejak terbitnya putusan HR 1919 maka sistem pengaturan hukum kontrak berubah menjadi sistem terbuka.Jika ditelaah lebih lanjut maka definisi perbuatan melawan hukum yang dimaksud dalam HR 1919 serupa dengan salah satu syarat sahnya perjanjian yang keempat, yaitu suatu sebab yang halal, yang kemudian dikaitkan dengan Pasal 1337 KUHPer. Dengan demikian, penafsiran HR terhadap perbuatan melawan hukum itu mengacu kepada Pasal 1337 diatas mengenai suatu sebab yang terlarang, antara lain dilarang UU, berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

B. Karakteristik Kontrak

Seperti diketahui bersama bahwa Hukum kontrak adalah bagian hukum perdata (privat). Hukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak[15]

Kontrak, dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan wujud dari kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom of choice).[16]

Sejak abad ke-19 prinsip-prinsip itu mengalami perkembangan dan berbagai pergeseran penting. Pergeseran demikian disebabkan oleh: pertama, tumbuhnya bentuk-bentuk kontrak standar; kedua, berkurangnya makna kebebasan memilih dan kehendak para pihak, sebagai akibat meluasnya campur tangan pemerintah dalam kehidupan rakyat; ketiga, masuknya konsumen sebagai pihak dalam berkontrak. Ketiga faktor ini berhubungan satu sama lain.[17] Tetapi, prinsip kebebasan berkontrak dan kebebasan untuk memilih tetap dipandang sebagai prinsip dasar pembentukan kontrak.

C. Asas-asas Hukum Kontrak

Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud:

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a. membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

c. menentukan isis perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta

d. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau.[18] Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat sperti yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.

Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini kemudian tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak namun perlu juga diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah maka terjadi pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Oleh karena itu, melalui intervensi pemerintah inilah terjadi pemasyarakatan (vermastchappelijking) hukum kontrak/perjanjian.

2. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagao pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

4. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.Berbagai putusan Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol adalah kasus Sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman setelah Perang Dunia I.[19]

Kasus Sarong Arrest: Pada tahun 1918 suatu firma Belanda memesan pada pengusaha Jerman sejumlah sarong dengan harga sebesar 100.000 gulden. Karena keadaan memaksa sementara, penjual dalam waktu tertentu tidak dapat menyerahkan pesanan. Setelah keadaan memaksa berakhir, pembeli menuntut pemenuhan prestasi. Tetapi sejak diadakan perjanjian keadaan sudah banyak berubah dan penjual bersedia memenuhi pesanan tetapi dengan harga yang lebih tinggi, sebab apabila harga tetap sama maka penjual akan menderita kerugian, yang berdasarkan itikad baik antara para pihak tidak dapat dituntut darinya.

Pembelaan yang penjual ajukan atas dasar Pasal 1338 ayat (3) KUHPer dikesampingkan oleh HR dalam arrest tersebut. Menurut putusan HR tidak mungkin satu pihak dari suatu perikatan atas dasar perubahan keadaan bagaimanapun sifatnya, berhak berpatokan pada itikad baik untuk mengingkari janjinya yang secara jelas dinyatakan HR masih memberi harapan tentang hal ini denga memformulasikan: mengubah inti perjanjian atau mengesampingkan secara keseluruhan. Dapatkah diharapkan suatu putusan yang lebih ringan, jika hal itu bukan merupakan perubahan inti atau mengesampingkan secara keseluruhan.

Putusan HR ini selalu berpatokan pada saat dibuatnya oleh para pihak Apabila pihak pemesan sarong sebanyak yang dipesan maka penjual harus melaksanakan isi perjanjian tersebut, karena didasarkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Kasus Mark Arrest: Sebelum Perang Dunia I, seorang warganegara Jerman memberi sejumlah pinjaman uang kepada seorang warganegara Belanda pada tahun 1924. dari jumlah tersebut masih ada sisa pinjaman tetapi karena sebagai akibat peperangan nilai Mark sangat menurun, maka dengan jumlah sisa tersebut hampir tidak cukup untuk membeli prangko sehingga dapat dimengerti kreditur meminta pembayaran jumlah yang lebih tinggi atas dasar devaluasi tersebut. Namun, Pasal 1757 KUHPer menyatakan “Jika saat pelunasan terjadi suatu kenakan atau kemunduran harga atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada saat itu.” Hoge Raad menimbang bahwa tidak nyata para pihak pada waktu mengadakan perjanjian bermaksud untuk mengesampingkan ketentuan yang bersifat menambah dan memutuskan bahwa orang Belanda cukup mengembalikan jumlah uang yang sangat kecil itu. Menurut Hakim pada badan peradilan tertinggi ini, tidak berwenang atas dasar itikad baik atau kepatutan mengambil tindakan terhadap undang-undang yang bersifat menambah.Putusan Mark Arrest ini sama dengan Sarong Arrest bahwa hakim terikat pada asa itikad baik, artinya hakim dalam memutus perkara didasarkan pada saat terjadinya jual beli atau saat penjam-meminjam uang. Apabila orang Belanda meminjam uang sebanyak 1000 gulden, maka orang Belanda tersebut harus mengembalikan sebanyak jumlah uang diatas, walaupun dari pihak peminjam berpendapat bahwa telah terjadi devaluasi uang.Berbeda dengan kondisi di Indonesia pada tahun 1997 dimana kondisi negara pada saat itu mengalami krisis moneter dan ekonomi. Pihak perbankan telah mengadakan perubahan suku bunga bank secara sepihak tanpa diberitahu kepada nasabah. Pada saat perjanjian kredit dibuat, disepakati suku bunga bank sebesar 16 % per tahun, akan tetapi setelah terjadi krisis moneter, suku bunga bank naik menjadi 21-24 % per tahun. Hal ini menandakan bahwa pihak nasabah berada pada pihak yang dirugikan karena kedudukan nasabah berada pada posisi yang lemah (low bargaining posistion). Oleh karena itu, pada masa-masa yang akan datang pihak kreditur harus melaksanakan isi kontrak sesuai dengan yang telah disepakatinya, yang dilandasi pada asas itikad baik.

5. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPer berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPer yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPer, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPer untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPer mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPer memiliki ruang lingkup yang luas.

D. Asas-asas Hukum Perikatan Nasional

Disamping kelima asas yang telah diuraikan diatas, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman RI pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskannya delapan asas hukum perikatan nasional.[20] Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.

2. Asas Persamaan Hukum

Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.

3. Asas Kesimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

4. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

5. Asas Moralitas

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

6. Asas Kepatutan



Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPer. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.

7. Asas Kebiasaan

Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.

8. Asas Perlindungan

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembicaraan diatas bahwa perjanjian/kontrak itu merupakan sumber perikatan yang terpenting. Dari apa yang diterangkan di situ dapat kita lihat bahwa perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian sehingga perjanjian yang mereka buat merupakan undang-undang bagi mereka untuk dilaksanakannya. Untuk memahami dan membentuk suatu perjanjian maka para pihak harus memenuhi syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPer, yakni syarat subjektif: adanya kata sepakat untuk mengikatkan dirinya dan kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, sedangkan syarat objektif adalah suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Oleh sebab itu, dalam melakukan perbuatan hukum membuat suatu kontrak/perjanjian haruslah pula memahami asas-asas yang berlaku dalam dasar suatu kontrak/perjanjian antara lain: asas kebebasan berkontrak, asas konsesnsualisme, asas kepastian hukum/pacta sunt servanda, asas itikad baik dan asas kepribadian. Dari kelima asas yang berdasarkan teori ilmu hukum tersebut ditambahkan delapan asas hukum perikatan nasional yang merupakan hasil rumusan bersama berdasarkan kesepakatan nasional antara lain: asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moralitas, asas kepatutan, asas kebiasaan dan asas perlindungan. Dengan demikian telah diketahui bersama mengenai asas-asas yang berlaku secara umum dalam hal membentuk atau merancang suatu kontrak di dalam kegiatan hukum.

B. Saran

Bagi para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatu perjanjian/kontrak hendaklah terlebih dahulu memahami dan mengerti mengenai dasar-dasar suatu perjanjian, terlebih lagi mengenai asas-asas yang berlaku dalam berkontrak sebelum menandatangani perjanjian/kontrak tersebut sehingga dapat terhindari hal-hal yang tidak diinginkan dan terlaksananya tujuan melakukan kontrak. Sangat disarankan pula bagi para pihak minimal membaca dan mengerti akan kontrak yang akan ditandatanganinya sehingga jelas akan hak dan kewajiban kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam berkontrak. Umumnya hal ini ditujukan kepada pihak tertentu yang memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah.

* * * Catatan Akhir

[1] Rene Devid and John. E.C. Brierley: “Major Legal Systems in the World Today,” Second Edition, (London: Stevens & Sons, 1978), hal. 21.

[2] Ibid, hal. 25.

[3] Hardijan Rusli, SH, “Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law,” Cet. Kedua, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 16.

[4] Ibid.

[5] Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum: Suatu Pengantar,” Cet. Kedua, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1999), hal. 28.

[6] Ibid, hal. 122.

[7] Prof. Subekti, SH, “Pokok-pokok Hukum Perdata,” Cet. XXVI, (Jakarta: PT. Intermasa, 1994), hal. 11.

[8] Ibid, hal. 12

[9] Ibid, hal. 16

[10] Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk Wetboek (terjemahan),” Cet. 28, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.

[11] Salim H.S, SH, MS, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 3,

[12] Prof. Subekti, SH, “Hukum Perjanjian,” Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 1.

[13] Salim HS, SH, MS, op.cit, hal. 4.

[14] Ibid, hal, 8.

[15] Atiyah, “The Law of Contract,” (London: Clarendon Press, 1983), hal 1.

[16] Ibid, hal. 5.

[17] Ibid, hal. 13.

[18] Salim HS, SH, MS, op.cit, hal. 9.

[19] Ibid, hal, 11.

[20] Tim Naskah Akademis BPHN, “Naskah Akademis Lokakarya Hukum Perikatan,” (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1985)

DAFTAR PUSTAKA

Atiyah. The Law of Contract. London: Clarendon Press, 1983.

Devid, Rene and John. E.C. Brierley. Major Legal Systems in the World Today. London: Stevens & Sons, 1978.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1999.

Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Salim H.S. Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. II. Sinar Grafika, 2004.

Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata. Cet. XXVI, PT. Intermasa, 1994.

______ dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata = Burgerlijk Wetboek (terjemahan). Cet. 28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 1996.

Tim Naskah Akademik BPHN. Lokakarya Hukum Perikatan. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Deparetmen Kehakiman RI, 1985.

Kamis, 03 Juni 2010

Dimutasi ke Perusahaan Induk, Apakah Dapat Pesangon?

QUESTIONS.....:

Saya bekerja di sebuah perusahaan, anggap saja PT A, yang merupakan anak perusahaan dari PT Z. Beberapa bulan yang lalu kami karyawan PT A mendapatkan informasi dari manajemen PT Z kalau dalam tahun ini PT A akan ditutup. Pertanyaannya:
1. Apakah karyawan PT A yang dipindahkan ke PT Z mendapatkan pesangon atau di-PHK dulu atau dianggap mutasi biasa saja?
2. Sebagai karyawan tetap, apakah kita berhak untuk minta di-PHK saja (tidak mau dipindahkan)?
3. Adakah peraturan yang melindungin karyawan berkaitan dengan keputusan sepihak dari PT Z?

THE ANSWER IS.....!!

Bagi karyawan yang mau melanjutkan bekerja di PT Z dianggap mutasi biasa saja dengan catatan masa kerja di perusahaan sebelumnya diperhitungkan. Artinya, jika sudah bekerja selama 5 tahun di perusahaan sebelumnya, maka di perusahaan baru masa kerjanya dianggap 5 tahun.

Bagi karyawan yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja maka penyelesaian mengacu pada UU 13/2003 Pasal 163 ayat 1: Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Bagi karyawan yang di-PHK oleh perusahaan baru maka penghitungan pesangon mengacu pada UU 13/2003 Pasal 163 ayat 2: Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Sepengetahuan saya, tidak ada UU yang melarang penutupan sebuah perusahaan. Jika dalam proses penyelesaian ada kendala Anda dapat melibatkan disnaker setempat untuk menyelesaikan masalah hubungan kerja ini. Demikian, semoga semua karyawan PT A mendapatkan perlakuan yang adil serta mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Selamat berjuang.

Memutasi Karyawan ke Tempat Tak Layak Agar Tak Betah dan Mundur

QUESTIONS

1. Adakah THR untuk karyawan harian lepas atau tidak tetap?

2. Bolehkah perusahaan memutasi karyawan ke tempat yang tidak layak agar karyawan tidak betah dan mengundurkan diri supaya tidak terjadi PHK sepihak?



ANSWER

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 04 tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan antara lain menyatakan bahwa Pekerja dalah tenaga kerja yang bekerja pada Pengusaha dengan menerima upah, dan THR adalah pendapatan Pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.

Dengan demikian jelas dan tegas tentang hak Pekerja untuk mendapatkan THR dan kewajiban Pengusaha untuk memberikan THR, tanpa membeda-mbedakan status hubungan kerja. Tentang jumlahnya, ada ketentuan yang mengatur besarnya secara proporsional tergantung masa kerja dalam masa setahun sebelum hari raya keagamaan tersebut.

2. Pertanyaan nomor 2 jawabnya dapat ditinjau dari 2 perspektif. Secara hukum, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang larangan pengusaha memindahkan pekerjanya ke mana saja, sepanjang ada kaitannya dengan kegiatan operasional perusahaan. Dari perspektif strategi/cara pengelolaan SDM atau hubungan industrial, pemindahan/mutasi pekerja untuk maksud tersebut bisa saja. Namun, pengusaha harus bersiap untuk menghadapi penolakan atau terjadinya sengketa dengan pekerja karena pekerja akan mudah mengetahui maksud pengusaha yang sesungguhnya.

Baru Kerja 10 Bulan, Karyawan Kontrak Mengundurkan Diri

Di perusahaan saya ada seorang pegawai kontrak yang baru bekerja 10 bulan sudah mengundurkan diri. Apakah ada uang pengganti cuti untuknya senilai 10 hari cuti? Karena setahu saya, uang pengganti cuti baru dapat dibayarkan bila yang bersangkutan sudah bekerja lebih dari 1 tahun ketika ia mengundurkan diri. Apakah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang Istirahat Tahunan Bagi Buruh (Memberlakukan aturan dalam UU Kerja 1948 mengenai istirahat tahunan) masih berlaku? Di dalamnya, pasal 7 berbunyi: Bila hubungan kerja diputuskan oleh buruh, maka buruh berhak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-sedikitnya 6 bulan, terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang berakhir. Versi lain menyebutkan, pembayaran uang pengganti cuti bagi mereka yang mengundurkan diri sebelum genap 1 tahun bekerja adalah tergantung kebijaksanaan perusahaan. Manakah yang benar?

JAWABAN :

Ketentuan mengenai ketenagakerjaan sekarang mengacu pada UU no 13 tahun 2003. Apabila ada hal yang berlawanan dengan isi UU ini maka peraturan yang dipakai adalah UU 13/2003.

Sebelum membahas mengenai uang pengganti cuti, saya bahas dulu mengenai karyawan kontrak yang mengundurkan diri sebelum masa kontrak berakhir maka sesuai UU 13/2003 yang bersangkutan wajib membayar ganti rugi kepada perusahaan sebesar gaji karyawan sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Jika misalnya karyawan tersebut dikontrak selama 1 tahun dan mengundurkan diri setelah bekerja 10 bulan, maka karyawan wajib membayar 2 bulan gaji kepada perusahaan.

Berikut sebagian peraturan cuti menurut UU 13/2003 Pasal 79:
1. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
2. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunanannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
3. Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Merujuk pada ayat 2 (c) di atas maka karyawan yang belum genap 1 tahun bekerja belum berhak atas cuti. Demikian, semoga jelas.

Rabu, 02 Juni 2010

Menghitung Pesangon sesuai Undang-undang

Ibu, saya mau menanyakan bila ada karyawan mengundurkan diri, dia sudah bekerja 5 tahun 4 bulan, apa saja yang akan ia dapat dan bagaimana menghitungnya sesuai dengan UU yang berlaku?

Emma - Wahana Sempurna, Jakarta Selatan
Jawaban

Sesuai UU no 13/2003:

1. Karyawan yang mengundurkan diri memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) sbb:
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur. (Keterangan: jika ybs masih punya sisa cuti 8 hari maka dia diberi uang sejumlah (8/30) x 1 bulan gaji)
b. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan dan keluarganya ke tempat di mana karyawan diterima bekerja. (Keterangan: misalnya pada saat pertama kali diterima bekerja ybs ditempatkan di Jakarta, dan pada saat mengundurkan diri ditempatkan di Padang, maka dia diberi biaya transport dan biaya pindah Padang-Jakarta)
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. (Keterangan: oleh karena ybs tidak mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja berarti tidak memenuhi syarat sehingga dia tidak memperoleh komponen ini)
d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

2. Bagi karyawan yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanannnya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(Keterangan: yang masuk kategori� fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha adalah� jabatan di bawah manajer. Uang pisah bukanlah pesangon maupun penghargaan masa kerja dan UU tidak menetapkan pelaksanaan dan besarannya, sehingga uang pisah tergantung kebijakan perusahaan).�

Dipaksa Membuat Surat Pernyataan, Bisakah Menuntut?

Adik saya bekerja di perusahaan Korea di Cikarang melalui sebuah yayasan, dan dikontrak selama 1 tahun. Dalam bekerja, pimpinan di departemennya selalu mendiskriminasi karyawan kontrak. Pernah, adik saya dilempar CD --yang salah sebenarnya orang lain tapi sasarannya adik saya. Apakah tindakan pemimpin tersebut dapat dibenarkan? Sebagai karyawan kontrak dari sebuah yayasan, dapatkah adik saya menuntut dia? Pemimpin tersebut juga pernah menyuruh dengan paksa agar adik saya membuat surat pernyataan di atas materai yang isinya, bila dalam waktu "yang telah ditentukan" adik saya belum dapat menguasai semua pekerjaan, maka harus mengundurkan diri walaupun masa kontrak belum habis. Apakah tindakannya ini dapat dibenarkan? Kuatkah posisi adik saya apabila dia menuntut?

Lilhi
Jawaban

Jelas tindakan pemimpin itu tidak benar. Pekerja melakukan kesalahan apa pun (bila pekerja memang salah), tidak dengan fisik cara penyelesaiannya. Melempar CD termasuk perbuatan pidana Pasal 335 ayat (1) KUHP yaitu perbuatan tidak menyenangkan, melakukan kekerasan dll. Mengenai hal ini, silakan lapor ke polisi. Bila ada saksi yang melihat akan lebih kuat lagi posisi adik Anda, atau luka memar sebagai akibat lemparan itu. CD yang dilempar juga dapat dijadikan alat bukti oleh polisi. Dengan pengaduan itu, si pelempar dapat dipanggil oleh polisi untuk dilakukan pemeriksaan. Laporan diajukan ke pos polisi terdekat dengan lokasi pabrik. Bila unsur-unsur perbuatan pidana terpenuhi, kasusnya bisa sampai ke kejaksaan, dan seterusnya ke pengadilan. Secara teknis, Anda bisa minta tolong LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuk membantu proses perkara bila sampai ke pengadilan.

Tindakan memaksa menyuruh membuat surat pernyataan juga dapat dimasukkan dalam perbuatan tidak menyenangkan. Perlu dipahami dulu tentang bidang perdata dan pidana. Dalam bidang perdata, istilahnya adalah menggugat. Orang menggugat karena merasa haknya dilanggar orang lain. Untuk itu pihak yang merasa haknya dilanggar orang lain, dapat menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi sebagai akibat orang lain melakukan perbuatan melawan hukum. Kasus adik Anda lebih mengarah ke perbuatan pidana, jadi yang dilakukan (kalau mau) adalah langkah tersebut di atas. Tapi, paling aman, kalau tidak mau ribut-ribut, sudah saatnya adik Anda mempertimbangkan keluar dari perusahaan. Memang, demikian nasib pekerja, dalam posisi yang lemah.

Mempekerjakan Karyawan di Luar Perjanjian

Dapatkah pekerja mengajukan pemutusan hubungan kerja ke PHI? Bagaimanakah contoh kongkret bahwa pengusaha mempekerjakan pekerja di luar yang telah diperjanjikan?

Budi Heryanto
Jawaban

Pekerja dapat mengajukan gugatan permohonan PHK ke PHI. Hal ini diatur dalam Pasal 169 UU No.13/2003.

Tentang pengusaha mempekerjakan pekerja di luar yang diperjanjikan, itu akan sulit untuk dipersoalkan oleh pekerja apabila dalam perjanjian kerja dicantumkan klausul, misalnya "pekerja bersedia menerima tugas-tugas selain yang diuraikan di atas".

Namun, jika klausul semacam itu tidak tercantum di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, pekerja dapat berpedoman pada job description. Tinggal dilihat saja, job/tugas apa yang diperintahkan tapi tidak tercantum dalam jobdes.

Kendati demikian perlu diingat, pada praktiknya tidak dapat hitam-putih seperti itu. Misalnya seseorang dengan jabatan sebagai Industrial Relations Specialist misalnya, dengan jobdes-nya yang jelas, sering diberi tugas terkait dengan Public Relations misalnya. Pada akhirnya, semua itu tergantung seberapa jauh pekerjaan tambahan yang diberikan itu "menyimpang" dari jodes. Bila terlalu jauh menyimpang, bisa dibicarakan dengan pengusaha tentang tambahan gaji karena tugasnya yang jauh lebih besar dibandingkan jobdes.

Apakah Pelanggaran PKWT Bisa Dikompromikan?

Apakah ketentuan masa kerja pada PKWT yang telah dilanggar (melebihi masa kerja yang telah ditentukan UU) dapat "diputihkan" oleh kesepakatan bersama antara perusahaan dan karyawan yang bersangkutan sehingga dianggap perjanjian kerja dimulai dari baru lagi? Apakah ini melanggar ketentuan ?

Anindita Widhiastuiti
Jawaban

Pelanggaran PKWT berakibat demi hukum berubah statusnya menjadi PKWTT. Namun kalau pekerja setuju bahwa apa yang sudah terjadi "diputihkan" berdasarkan kesepakatan pengusaha dengan pekerja yang bersangkutan, bisa saja. Itulah ciri dari Hukum Perdata, dimana salah satu pihak bisa melepaskan apa yang menjadi haknya sepanjang ia setuju.

Sekali Lagi tentang Perpanjangan Masa Kontrak

Apakah diperbolehkan secara hukum ketenagakerjaan apabila tenaga kontrak di sebuah perusahaaan dengan masa kontrak yang diperpanjang lebih dari 2 tahun berturut-turut. Apakah setelah 2 tahun kita putus kontraknya, lalu kita kontrak lagi dengan masa tenggang 1 bulan tidak menyalahi hukum tenaga kerja kontrak.

Karjani
Jawaban

Ketentuan pelaksanaan kontrak kerja atau disebut juga PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU diatur UU no. 13 tahun 2003 pasal 59 sebagai berikut:
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
5. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
6. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
7. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini, silakan lihat dalam Kepmen 100 tahun 2004.

Menghitung Masa Kerja Karyawan Kontrak yang Telah Diangkat

Bila seorang karyawan kontrak diangkat menjadi karyawan permanen ( PKWTT), apakah masa kerja yang bersangkutan dihitung dari masa join date pertama kali semenjak bergabung sebagai karyawan kontrak ( PKWT), atau sejak pengangkatan karyawan permanen? Bagaimana pula bila terjadi PHK bukan atas kesalahan karyawan, sebagai dasar perhitungan pesangon, masa kerja dihitung sejak kapan?

Widya
Jawaban

1. Masa kerja karyawan dihitung dari sejak tanggal kontrak yang pertama kali sejak yang bersangkutan bekerja di perusahaan.

2. Kalau pekerja di-PHK ketika dia dalam status PKWT, bukan atas kesalahan pekerja, perusahaan wajib membayar upah penuh untuk periode yang belum dijalani. Lihat Pasal 62, UU No 13 tahun 2003. Pembayaran tersebut bukan merupakan pembayaran pesangon.

3. Kalau status hubungan kerja telah berubah menjadi PKWTT, tentang pesangon lihat Pasal 156, UU No 13 tahun 2003.

Tenaga Kontrak Diperpanjang Setiap Tahun

Apabila ada tenaga kontrak yang telah bekerja selama 7 tahun (setiap tahun selalu diperpanjang kontrak), apakah perusahaan tersebut telah melanggar undang-undang nomor 14 tahun 1969, dan apakah perusahaan bisa dikenakan tuntutan hukum? Tuntutan hukum apa yang bisa di kenakan untuk perusahaan tersebu?

Anton Andikayan - Kopegtel, Cimahi
Jawaban

Dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 diatur bahwa karyawan kontrak hanya diperbolehkan 2 kali perpanjangan, atau paling lama 3 tahun. Misalnya, kontrak pertama 1 tahun dapat dilanjutkan paling lama 1 tahun lagi --ini sudah dua kali dan tidak boleh diperpanjang lagi. Atau, kontrak pertama 2 tahun dan kontrak kedua paling lama 1 tahun. Atau, kontrak pertama 3 bulan kontrak kedua 3 bulan, maka tidak boleh diperpanjang lagi. Intinya, dua kali kontrak atau paling lama 3 tahun.

Jika sudah 7 tahun diperpanjang terus, maka secara hukum statusnya dari PKWT sudah beralih menjadi PKWTT (karyawan tetap). Coba bicarakan baik-baik dengan perusahaan outsourcing-nya untuk mengetahui kejelasan status Anda.

Apapun Penyebabnya, PHK Harus Disertai Pesangon

Perusahaan saya akan melakukan PHK kepada seorang karyawan yang telah dianggap melanggar peraturan perusahaan, yaitu datang tidak tepat waktu dan sering tidak masuk tanpa ada pemberitahuan.Karyawan tersebut sudah diberikan SP ke-3 namun tetap melanggar peraturan. 1) Apakah mungkin perusahaan melakukan PHK tanpa memberikan uang pesangon? 2) Adakah ketentuan yang mengatur tentang PHK tanpa pemberian uang pesangon? 3) Apakah perusahaan dapat dituntut apabila memberlakukan ketentuan tersebut?

Detya - PT Indonesia Consultant Mandiri, Jakarta
Jawaban

Dalam kasus ini perusahaan tetap harus memberikan pesangon dan atau uang jasa sesuai ketentuan UU no.13/2003 pasal 161:

1. Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

2. Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

3. Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Perusahaan dapat dituntut jika melakukan PHK tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku.Apapun Penyebabnya, PHK Harus Disertai Pesangon

Perusahaan saya akan melakukan PHK kepada seorang karyawan yang telah dianggap melanggar peraturan perusahaan, yaitu datang tidak tepat waktu dan sering tidak masuk tanpa ada pemberitahuan.Karyawan tersebut sudah diberikan SP ke-3 namun tetap melanggar peraturan. 1) Apakah mungkin perusahaan melakukan PHK tanpa memberikan uang pesangon? 2) Adakah ketentuan yang mengatur tentang PHK tanpa pemberian uang pesangon? 3) Apakah perusahaan dapat dituntut apabila memberlakukan ketentuan tersebut?

Detya - PT Indonesia Consultant Mandiri, Jakarta
Jawaban

Dalam kasus ini perusahaan tetap harus memberikan pesangon dan atau uang jasa sesuai ketentuan UU no.13/2003 pasal 161:

1. Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

2. Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

3. Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Perusahaan dapat dituntut jika melakukan PHK tidak sesuai dengan perundangan yang berlaku.

Fungsi HRD dalam pembuatan Job Desc

Saya masih awam dengan HRD.Kalau boleh diterangkan sebenarnya seberapa besar peranan dan apa saja fungsi HRD dalam suatu perusahaan? Lalu bagaimana kaitannya dengan pembuatan job desk.dan masalah recruitment karyawan? Karena ada pernyataan bahwa pembuatan job desk.dan recruitment bukan tanggungjawab HRD dgn alasan HRD tidak tahu pekerjaan yang dilakukan oleh tiap divisi dan karyawan yang seperti apa yang dibutuhkan oleh tiap divisi,selain dari manajernya masing-masing.Nah, kalau sudah begitu lalu apakah masih diperlukan HRD? Mohon penjelasannya,pak.Terima kasih.

Jawaban

Peran HR Department di dalam perusahaan sangat penting karena mereka yang bertanggung-jawab mencari, mendapatkan talenta yang diperlukan, maupun mempertahankan dan memotivasi talenta-talenta yang ada sehingga perusahaan dan berbagai fungsi dan departemen di dalamnya dapat mencapai tujuannya. Alasan lain, karena sekitar 30-70% biaya operasi digunakan untuk biaya (atau dapat dilihat sebagai investasi) SDM, perusahaan tentu memiliki kepentingan finansial untuk memberikan perhatian besar pada kegiatan dan fungsi SDM.

Tanggung-jawab HR dalam pembuatan job description dan rekrutmen lebih banyak ke arah mengelola proses atau aktivitasnya. Selain pengetahuan pengelolaan SDM yang mendalam, akan lebih baik bila staf HRD juga memiliki pengetahuan umum mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing divisi, misalnya, proses umum produksi atau keuangan, namun pengetahuan teknis yang mendalam dari suatu pekerjaan tertentu akan tergantung pada divisi-divisi. Tidak semua dapat diketahui oleh HRD, sehingga mereka lebih banyak berperan di dalam mengelola prosesnya.

Job Description & Job Analysis

Salam, saya ingin mengetahui langkah-langkah dalam membuat sebuah Job Description & Job Analysis serta hal apa yang paling urgent yg perlu dilakukan dalam menangani departemen SDM, perlu di ketahui perusahaan tempat saya adalah sebuah PH (Production House) yg memiliki karyawan kurang dari 20 orang, SDM nya sendiri digabungkan dengan keuangan sehingga departemennya menjadi departemen Keuangan & Administrasi Umum ( SDM )

Terima Kasih

Edi Patarani
Jawaban

Berikut ini adalah masukan saya bagi bagaimana membuat job description.

Panduan Umum Membangun Job Description
1. Pelajarilah rencana bisnis perusahaan dan struktur organisasi saat ini. 2. Analisa atau pelajari jabatan-jabatan yang ada dengan metode wawancara (atau metode observasi langsung) dengan masing-masing pemegang jabatan untuk mengerti kemampuan, keahlian, pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan jabatan/pekerjaan tersebut dengan baik. Ingat kembali sejauh mana pekerjaan-pekerjaan tersebut berhubungan dengan rencana dan tujuan bisnis perusahaan. Validasi akurasi hasil pengamatan maupun analisa jabatan dengan supervisor dari jabatan terkait. 3. Pelajari konsistensi maupun keselarasan hasil analisa jabatan dari berbagai jabatan yang ada dengan struktur organisasi yang ada dan lakukan penyelarasan yang diperlukan. 4. Bangun job description untuk masing-masing jabatan, yang berisikan tugas dan tanggung-jawab utama, sasaran utama pekerjaan, maupun kualifikasi yang diperlukan untuk jabatan berdasarkan informasi yang didapatkan dari langkah-langkah di atas. Sebagai panduan, tulislah job description seringkas mungkin sehingga seseorang yang tidak familiar dengan jabatan tersebut, dapat mengerti dengan cepat ruang-lingkup, tugas dan tanggung-jawab, kebutuhan dari jabatan tersebut. Mulailah selalu dengan kata kerja. Sertakan informasi mengenai nama jabatan, pangkat/grade/level, lokasi (Departemen, Divisi, Group) dan atasan si penjabat. 5. Perbaiki job description sesuai dengan perkembangan organisasi.

Pertanyaan berikutnya mengenai hal apa yang paling urgent yang perlu dilakukan dalam menangani departemen SDM tidak dapat kami jawab karena kami perlu mendapatkan informasi lebih lengkap, apa yang menjadi masalah dengan departemen ini? Dengan berkembangnya perusahaan, selintas perlu dipikirkan apa harapan utama Bapak dari Departemen SDM? Apa tugasnya ke depan hanya menangani administrasi dan bagian umum saja, atau ada harapan yang lebih? Apakah dengan demikian dapat disatukan dengan Departemen Keuangan, yang secara praktis memiliki kebutuhan kompetensi yang berbeda? Banyak informasi lain yang diperlukan sebelum kami dapat memberikan masukan yang tepat.

Perbedaan HRD, Personalia, & Kepegawaian

Saya sering dengar istilah HRD, Personalia, dan Kepegawaian, bila disebut dalam dalam jabatan dikenal dengan Manager HRD, Manager/Kepala Personalia, Kepala Kepegawian. Apa arti istilah tersebut, persamaan dan perbedaannya. Terima Kasih

Herry - TVRI

Herry , Kb. Jeruk
Jawaban

Bapak Herry di TVRI, terima kasih atas pertanyaan Bapak.

Untuk dapat menjelaskan mengenai istilah HRD, Personalia, dan Kepegawaian, kami akan mencoba mengajak Bapak untuk melihat kepada fungsinya masing-masing.

HRD atau yang sering dipanjangkan menjadi Human Resources Department, bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi. Kami percaya bahwa pengelolaan dari sumber daya manusia yang ideal dalam organisasi memiliki 8 aspek/pilar; dimulai dari Seleksi dan Rekrutmen, Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development), Compensation and Benefit (Compensation and Benefit), Manajemen Kinerja (Performance Management), Perencanaan Karir (Career Planning), Hubungan Karyawan (Employee Relations), Separation Management, dan Personnel Administration and HRIS. Masing-masing pilar inilah yang akan menopang kinerja fungsi HR dalam organisasi untuk dapat menghasilkan sumber daya manusia berkualitas untuk menjawab kebutuhan bisnis dalam organisasi.

Seleksi dan rekrutmen bertanggung jawab untuk menjawab kebutuhan pegawai melalui penerimaan pegawai hingga penempatan para pegawai baru tersebut di posisi-posisi yang tepat. Kami percaya, agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik (menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat), maka biasanya fungsi ini sudah memiliki success profile sebagai acuan yang membantu menyeleksi kandidat yang sesuai. Sedangkan untuk metode seleksi, biasanya sangat bervariasi, mulai dari psikotest, interview, skill test, referensi maupun assessment center.

Training dan development memiliki fungsi yang menjaga kualitas sumber daya manusia dalam organisasi melalui berbagai aktivitas pelatihan, pendidikan dan pengembangan sebagai upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja. Aktivitas ini dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Menurut survey DDI mengenai Leadership Forecast 2005|2006, beberapa metode pengembangan yang populer saat ini adalah on-the-job training dan coaching disusul training.

Compensation and Benefit berfungsi untuk menyusun strategi hingga implementasi atas seluruh kompensasi yang diterimakan kepada pegawai yang mengacu pada kondisi pasar.

Penilaian kinerja merupakan upaya monitoring kesenjangan antara standard kinerja yang diharapkan dengan aktual kinerja yang ditunjukkan. Pilar performance management bertanggung jawab untuk merancang sistem hingga implementasi penilaian kinerja para pegawai hingga laras dengan objective yang harus dicapai oleh organisasi. Saat ini kami melihat berbagai strategi/metode/sistem penilaian kinerja, namun kami percaya bahwa tanpa eksekusi yang efektif maka strategi/metode/sistem yang sudah disusun akan menjadi sia-sia. Strategi penilaian kinerja yang ideal menurut kami harus dapat menjawab perkalian berikut ini:

Strategic Business Focus x Cascading Accountabilities x High Quality Interactions x Ensured Sustainability = Strategy Realized

Career Planning bertanggung jawab atas pengelolaan, perencanaan dan jenjang karir bagi seluruh anggota organisasi. Fungsi ini menjawab setiap pegawai memiliki jalur karir menurut tugas, tanggung jawab, dan kompetensi yang ia miliki. Mengacu kepada kondisi jangka panjang, karir setiap pegawai akan ditentukan oleh kelompok kerja di mana masing-masing pegawai bekerja (vertical path), namun dengan mempertimbangkan besarnya organisasi masing-masing, penyeberangan karir dari setiap kelompok tidak dapat dihindarkan (cross functhin career path) atau bahkan berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya (horizontal carreer path).

Employee Relation Management biasanya juga berfungsi sebagai internal PR bagi setiap kebutuhan pegawai terhadap informasi, kebijakan dan peraturan perusahaan. Fungsi ini juga penting untuk menggali input-input dari pegawai mengenai berbagai aspek dalam organisasi.

Separation Management adalah fungsi yang mengelola seluruh tindakan pemutusan hubungan kerja dalam organisasi bayak yang disebabkan karena normal separation (pensiun, habisnya masa kontrak, atau meninggal), forced separation (indisipliner, dll), atau early retirement (pensiun sebelum masanya).

Personnel Administration yang biasa dikenal dengan Personalia atau Kepegawaian adalah fungsi yang mendukung terlaksananya fungsi HR yang lain. Secara umum fungsi ini bertanggung jawab terhadap Employee Database, Payroll dan pembayaran benefit lainnya, pinjaman karyawan, absensi, pencatatan cuti tahunan.

Kami berharap penjelasan kami dapat menjawab pertanyaan Pak Herry.

Adakah Semacam ISO dalam Sistem Manajemen SDM?

Dear PortalHR.com, berikut ini beberapa pertanyaan saya:
1. Apakah di dalam sistem manajemen sumber daya manusia ada semacam ISO seperti yang ada dalam HSE yaitu OHSAS?
2. Saya sedang membuat manual sistem manajemen sumber daya manusia dimana isinya menggambarkan kondisi sisdm yang ada saat ini dan perencanaannya ke depan namun saya diminta untuk menggunakan langkah-langkah dalam OHSAS yang sedikit disesuaikan, apakah bisa dengan cara seperti itu ataukah ada semacam petunjuk yang bisa saya gunakan yang mencakup plan do cek action ?
3. Apakah untuk setiap aktivitas SDM seperti rekrutmen dll harus dibuat prosedur dan kebijakannya, kalau iya seperti apa bentuknya ?
Terima kasih

Nur Indah Sari , Jakarta
Jawaban


Pertanyaan 1 dan 2

Sepanjang pengetahuan saya bekerja pada perusahaan konsultan global di beberapa negara, belum ada standarisasi sistem SDM yang telah diterima secara luas di seluruh dunia, seperti layaknya ISO. Di Singapura ada semacam ISO untuk HR, namun inipun umumnya diterapkan oleh organisasi atau perusahaan milik pemerintah. Di Amerika ada juga panduan untuk organisasi-organisasi pemerintah. Konsultan-konsultan global juga umumnya memiliki model yang sudah teruji luas dan dapat digunakan sebagai panduan untuk melihat kelengkapan dan efektivitas sistem SDM di dalam suatu organisasi, namun belum ada model standar yang digunakan oleh seluruh konsultan. Yang sering terjadi adalah para konsultan melihat hal yang sama dengan label dan istilah maupun tingkat kedalaman yang berbeda.

Saran saya, gunakan saja model atau standar yang ada atau gabungkan model atau standar-standar yang didapatkan, termasuk ISO dan OHSAS sekalipun, untuk melihat kelengkapan dan efektivitas dari sistem SDM di dalam organisasi. Yang penting adalah, gunakan standar tersebut, termasuk model kembangannya, dengan konsisten untuk periode waktu tertentu sehingga kemajuan atau perbaikan dari proses dan sistem dapat terukur dengan jelas dan baik. Untuk memperkaya, Ibu bisa melihat model-model yang digunakan oleh pemerintah Singapore, pemerintah Amerika atau para konsultan global untuk membangun model untuk perusahaan Ibu. Karena sebagian menyangkut nilai komersial dari produk, penggunaan model yang diciptakan konsultan umumnya memerlukan biaya tertentu, namun cukup layak untuk dipertimbangkan.

Pertanyaan 3

SOP atau suatu kebijakan umumnya diperlukan agar organisasi memiliki suatu proses kerja yang konsisten, yang pada akhirnya diharapkan menghasilkan hasil pekerjaan yang berkualitas. Tanpa SOP atau kebijakan, proses kerja akan dapat sangat dipengaruhi oleh kreativitas, kemampuan dan keterbatasan pelaksana kerja, sehingga kualitas hasil kerja dapat sangat bervariasi. Namun di sisi lain, penggunaan SOP maupun kebijakan memiliki resiko untuk menghambat kreativitas bekerja, karena semua aktivitas harus mengikuti aturan; coba bayangkan organisasi militer dan dot.com (entrepreneur) untuk ini. Jadi yang diperlukan adalah mencari keseimbangan di antara kedua ekstrim tersebut.

Dalam konteks SDM, SOP atau kebijakan umumnya diperlukan pada aktivitas-aktivitas utama SDM, seperti rekrutmen, performance management, training & career development, compensation, employee separation, communication dll. Sejauh mana aktivitas-aktivitas yang lebih kecil dari rekrutmen perlu dibuatkan SOP atau kebijakan? Ini tergantung dari kebutuhan organisasi.

Bentuk SOP dan kebijakan bisa beragam dari satu organisasi ke organisasi lainnya, tergantung dari alur atau proses kerja yang digunakan, walau ada panduan-panduan dasar yang sebaiknya diikuti di dalam membangun SOP bagi aktivitas-aktivitas utama SDM di dalam suatu organisasi. Misalnya, rekrutmen harus mengacu pada model kompetensi yang digunakan oleh organisasi. Untuk contoh detilnya, sebaiknya Ibu menghubungi salah-satu konsultan yang ada. Semoga membantu.

Apakah Setiap Perusahaan Wajib Punya Peraturan?

Saya bekerja di sebuah perusahaan di bidang jasa, sudah hampir 20 tahun dan jumlah karyawannya sudah mencapai 60 orang. Tapi, hingga detik ini belum punya Peraturan Perusahaan (PP). Apakah ada peraturan yang mewajibkan sebuah perusahaan memiliki PP?



Arie
Jawaban

Menurut UU no. 13 tahun 2003 pasal 108 ayat 1: Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Dengan demikian perusahaan Anda wajib memiliki Peraturan Perusahaan, dalam pasal 109 disebutkan bahwa: Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.

Undang undang ketenagakerjaan selengkapnya dapat dilihat di: http://www.portalhr.com/gudang/peraturan/pdf_peraturan/1250741664.pdf

Hak-hak Karyawan Kontrak, Apa Saja?

Saya pekerja outsource di sebuah perusahaan swasta. Apa hak-hak sebagai pekerja outsource? Siapa yang bertanggung jawab atas hak-hak kita (perusahaan kita ditempatkan atau perusahaan outsourcing-nya)? Apakah bisa kita minta untuk jadi pegawai tetap? Apakah kita bisa menuntut (ke mana?) apabila ada sebagian hak kita yang tidak terpenuhi?

Khoiriza
Jawaban

Semua hak dan kewajiban dilakukan oleh perusahaan outsourcing sebab mereka sudah melakukan perjanjian dengan perusahaan pengguna/user/klien untuk mengurus karyawan kontraknya. Tidak ada kewajiban bagi perusahaan pengguna untuk mengangkat karyawan outsourcing menjadi karyawan tetapnya. Jika ada lowongan untuk karyawan tetap tentu saja karyawan perusahaan outsourcing dapat melamar.

Adapun, hak karyawan seperti gaji, uang makan, uang lembur, jamsostek, dll tertuang dalam perjanjian kerja. Kalau tidak dipenuhi, karyawan dapat mengajukan surat resmi ke perusahaan outsourcing. Jika tidak ditanggapi, buat tembusan kepada perusahaan pengguna. Jika bermasalah bisa menghubungi Depnakertrans setempat dimana kita bertempat tinggal.

Memutasi Karyawan ke Tempat Tak Layak Agar Tak Betah dan Mundur

1. Adakah THR untuk karyawan harian lepas atau tidak tetap?

2. Bolehkah perusahaan memutasi karyawan ke tempat yang tidak layak agar karyawan tidak betah dan mengundurkan diri supaya tidak terjadi PHK sepihak?

Mujahidin
Jawaban

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 04 tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan antara lain menyatakan bahwa Pekerja dalah tenaga kerja yang bekerja pada Pengusaha dengan menerima upah, dan THR adalah pendapatan Pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.

Dengan demikian jelas dan tegas tentang hak Pekerja untuk mendapatkan THR dan kewajiban Pengusaha untuk memberikan THR, tanpa membeda-mbedakan status hubungan kerja. Tentang jumlahnya, ada ketentuan yang mengatur besarnya secara proporsional tergantung masa kerja dalam masa setahun sebelum hari raya keagamaan tersebut.

2. Pertanyaan nomor 2 jawabnya dapat ditinjau dari 2 perspektif. Secara hukum, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang larangan pengusaha memindahkan pekerjanya ke mana saja, sepanjang ada kaitannya dengan kegiatan operasional perusahaan. Dari perspektif strategi/cara pengelolaan SDM atau hubungan industrial, pemindahan/mutasi pekerja untuk maksud tersebut bisa saja. Namun, pengusaha harus bersiap untuk menghadapi penolakan atau terjadinya sengketa dengan pekerja karena pekerja akan mudah mengetahui maksud pengusaha yang sesungguhnya.

Memberitahukan Gaji Kepada Orang Lain, Bolehkah?

Apakah ada aturan yang melarang pegawai memberitahu gajinya ke sesama temannya? Apakah perusahaan bisa mengatakan bahwa informasi gaji itu adalah milik perusahaan?

Nuke Suhodo - CNOOC, Jakarta
Jawaban

Seingat saya Mbak Nuke Suhodo adalah alumni Program CHRP Unika Atmajaya. Anyway, tentang pertanyaan Anda, tidak ada ketentuan yang melarang seseorang memberitahukan kepada orang lain (teman misalnya) tentang imbalan (upah, tunjangan) yang ia terima dari perusahaan.

Rules of confidentiality berlaku bagi siapapun yang tidak berwenang untuk memberitahukan penghasilan seseorang kepada orang lain yang tidak berwenang/berhak untuk mengetahui hal tersebut. Pelanggaran atas rules of confidentiality tersebut dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam PP atau PKB.

SHOUTBOX

Bagaimana Isi Blog Saya

 

Template Design By:
SkinCorner